Renungan minggu ini

Merasa Bisa, Bisa Merasa      

Dalam bahasa saya, judul di atas biasa dinyatakan demikian: ”Rumongso biso nanging ora biso rumongso”, memiliki makna yang sangat dalam, cenderung negative sekaligus untukf mawas diri. Ungkapan ini biasanya ditujukan kepada seseorang (dan kita) yang selalu merasa dirinya hebat, merasa mempunyai kemampuan lebih, meremehkan orang lain dan merasa bisa jadi pemimpin bagi orang lain seperti orang lain. Orang seperti ini biasanya memiliki rasa percaya diri yang berlebihan dan  cenderung sombong. Namun bisa jadi itu semua dilakukan untuk menutupi kelemahannya.
    Sikap seperti ini secara gamblang biasa ditunjukkan oleh seseorang yang kebelet ingin jadi pemimpin, jadi ketua partai, jadi menteri, jadi wakil rakyat dan bahkan presiden. Secara samar-samar sikap seperti ini bisa muncul juga di lingkungan gereja bahkan sudah terjadi sejak jaman Yesus. Coba kita simak apa yang dikatakan Injil, ketika Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya tentang kematian dan kebangkitan-Nya, justru mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar diantara mereka (Mark. 9: 34). Yang lebih kasihan, mereka ini sebetulnya tidak mengerti perkataan Yesus, namun segan menanyakan kepada-Nya. (Mark. 9:32). Enggak sopannya lagi, Yesus yang mereka anggap guru dan pemimpin masih bersama-sama dengan mereka.
    Mengapa murid-murid Yesus mempertengkarkan yang terbesar?. Tujuannya jelas, ada yang merasa lebih besar diantara mereka, lalu ingin jadi pemimpin dan ingin dihormati. Dengan kata lain ada yang merasa berhak pemimpin atas mereka. Dengan mempertengkarkan hal itu yang diinginkan adalah adanya pengakuan atas dirinya sebagai pemimpin setelah Yesus. Inilah yang jadi persoalan, sementara Yesus mengajarkan sesuatu yang penting bagi murid-murid-Nya supaya diyakini dan sekaligus supaya mereka menjadi saksi-Nya kelak, tetapi mereka justru cuek dan masa bodoh. Murid-murid ini ‘ngrumongso biso tapi ora biso ngrumangsani”.
    Itulah sebabnya Yesus mengatakan kepada mereka: ”Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan menjadi pelayan dari semuanya”. (Mar. 9: 35). Yesus tidak melarang seseorang yang ingin menjadi yang terdahulu (pemimipin) bahkan dianjurkan, tetapi harus sesuai teladan-Nya, menjadi yang terakhir dan menjadi pelayan dari semuanya. Dengan kata lain, seorang pemimpin haruslah seorang yang rendah hati dan melayani. Sebab di mata Tuhan, kebesaran seorang pemimpin diukur dari kesediaannya untuk melayani.
    Untuk memudahkan pengajaran ini kepada murid-muridnya, lalu Yesus menghadirkan anak kecil dan memeluknya. Pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa sebagai pemimpin harus bisa melayani dengan rendah hati kepada mereka yang memiliki keterbatasan dan ketergantungan seperti anak kecil termasuk mereka yang miskin dan tertindas.
    Orang yang bisa merasa (biso ngrumangsani) akan menunjukkan sikap empati dan bisa merasakan bahwa menjadi seorang pemimpin itu tidak mudah. Orang semacam ini selalu mawas diri dan mampu menempatkan diri dalam perspektif orang lain. Selalu ada semacam dialog pribadi, ”tugasku sudah selesai, program-program selanjutnya biarlah diselesaikan oleh mereka yang memiliki prestasi yang baik”, dan sebagainya. Pemimpin semacam ini biasanya telah menjalankan amanah dengan baik dan diterima masyarakat.
    Ada hal lain yang menarik yang diajarkan Yesus tentang pola kepemimpinan. Dalam Markus 9:30 dikatakan: ” Setelah Yesus dimuliakan di atas gunung, Ia dan murid-murid-Nya melintas di Galilea, Yesus tidak mau diketahui orang, sebab Ia sedang mengajar murid-murid-Nya”. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus tidak mengutamakan popularitas dalam kehadiran-Nya di dunia. Ia lebih mengutamakan tugas utama-Nya. Hal yang sama dilakukan ketika Ia menyingkir ke gunung karena orang banyak hendak memaksanya menjadi raja atas mereka (Yoh. 6:15).
    Yesus merupakan contoh sempurna pemimpin yang rendah hati yang oleh karena-Nya, Ia ditinggikan Allah. Ia mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba. Semasa hidupnya Ia bergaul dengan orang miskin. Ia tidak merasa malu mengunjungi orang berdosa, pemungut cukai. Ia tidak merasa jijik berkomunikasi dengan seorang pelacur dan Ia tidak segan membasuh kaki murid-Nya sendiri. Contoh ini berat, tetapi itulah sebagian syarat untuk menjadi pemimpin sesuai kriteria Yesus. Dominus vobis cum.       (erkautomo)


Renungan yang lalu

06/09/2009 05:05

Efata !!

    Bacaan...

—————

02/08/2009 05:03

Yang DIA Inginkan

Yang DIA...

—————

26/07/2009 08:24

Mujizat itu Nyata

Mujizat Itu...

—————

19/07/2009 16:45

Meditasi

Dalam satu tradisi gereja...

—————

11/07/2009 13:33

Sikap Seorang Murid

Bacaan Minggu ini diambil...

—————

04/07/2009 14:37

Percaya & Mempercayakan

Percaya dan...

—————

28/06/2009 11:31

Percayalah

Percayalah...

—————

21/06/2009 09:57

Kau Tetap ALLAH Penolongku

Kau Tetap ALLAH...

—————

14/06/2009 08:18

Makanlah & Minumlah .........

Bacaan Minggu ini diambil...

—————

07/06/2009 20:42

Tritunggal Maha Kudus

Seorang anak kecil bernama...

—————