PERHATIAN PARA BAPA SUCI

18/04/2009 06:20

Sejak semula hingga sekarang perhatian para Bapa Suci adalah 'ut Christi Ecclesia Divinae Maiestati cultum offeret' supaya Gereja Kristus melaksanakan tatacara ibadat bagi Keagungan Ilahi secara pantas, “ad laudem et gloriam nominis Sui et ad utilitatem totius Ecclesiae Suae sanctae“ untuk memuji dan memuliakan NamaNya serta untuk menurunkan berkat bagi seluruh GerejaNya yang kudus.“
    Oleh sebab itu “Ecclesia particularis concordare debet cum universali Ecclesia, non solum quoad fidei doctrinam et signa sacramentalia, sed etiam quoad usus universaliter acceptos ab apostolica et continua traditione . . . . quia Ecclesiae lex orandi eius legi credendi respondet” Gereja di daerah misi  harus sama dengan Gereja universal, tidak hanya dalam hal ajaran iman dan sakramen, melainkan juga dalam hal adat-istiadat universal tatacara ibadat warisan tradisi kerasulan secara berkesinambungan . . karena aturan berdoa/beribadat (lex orandi) sejalan dengan aturan iman (lex credendi) Gereja.
    Para Bapa Suci yang secara istimewa berjasa kepada tatacara Liturgi Gereja adalah: Bapa Suci Gregorius Agung (590-604), yang menata dan membakukan Liturgi kudus, perayaan Misa kudus serta doa harian (officium divinum) beserta lagu-lagunya yang disebut Gregorian. Catatan sejarah Gereja menyatakan, 'constat liturgiam latinam in omnibus aetatis christianae saeculis, multos Sanctos in vita spirituali stimulasse atque tot populos in religionis virtute roborasse' bahwa Liturgi Latin/Romawi Gereja mendorong orang-orang Suci dalam hidup spiritual mereka dan menyemangati banyak bangsa untuk mendalami hidup religinya dengan saleh.
    Bapa Suci Pius V (1566-1572) dalam Concilium Tridentinum (Konsili Trente) memper-baharui seluruh tatacara ibadat Gereja. Dengan bantuan Giovanni Perluigi da Palestrina buku-buku nyanyian Liturgi, yang diperbaharui sejalan dengan keputusan Konsili Trente, dicetak dalam bahasa Latin dan disebar-luaskan untuk dipakai di seluruh Gereja. Bapa Suci Clemens VIII (1592-1605), Urbanus VIII (1623-1644), Pius X 1903-1914, Benedictus XV (1914-1922), Pius XII (1939-1958), Johannes XXIII (1958-1963), Paulus VI (1963-1978), Johannes Paulus II (1978-2005) dengan serius melanjut-kan perhatiannya kepada integritas (keutuhan) dan sanctitas (kekudusan) Liturgi Gereja. Bapa Suci Johannes XXIII pada tahun 1962 memperbaharui dan mencetak kembali dan menyebarluaskan Missale Romanum, hasil penataan oleh Pius V semasa Konsili Trente. Buku Liturgi tersebut dipergunakan selama Konsili Vatikan II hingga sekarang, dan tidak pernah secara resmi dicabut kembali penggunaannya (‚numquam abrogatam') sampai     Bapa Suci Paulus VI pada tahun 1970 mengeluarkan Missale Romanum yang diperbaharui sejalan dengan keputusan liturgis Konsili Vatikan II. Buku Liturgi inilah yang oleh Bapa Suci Johannes Paulus II melalui Encykliknya “Quattuor abhinc annos“ (1984 diakui serta dikukuhkan penggunaannya, diterjemah-kan ke dalam ratusan bahasa dan sekarang dipakai oleh Gereja di seluruh dunia sebagai “ordinaria expressio 'legis orandi' Ecclesiae catholicae“ bentuk ungkapan tetap aturan berdoa Gereja Katolik. Dalam Encyklik “Ecclesia Dei“ 1988 Johannes Paulus II juga mengizinkan penggunaan Buku Liturgi Bapa Suci Johannes XXIII, yang berdasar-kan keputusan Konsili Trente. Hal tersebut oleh Bapa Suci Benedictus XVI dalam Encyklik “Summorum Pon tificium“ 2007 dipertegas, bahwa penggunaan dua Missale Romanum itu merupakan dua cara pengungkapan liturgis dalam kesatuan tataupacara Gereja Romawi ('sunt enim duo usus unici ritus romani').Tapi penggunaan Missale Romanum Johannes XXIII memerlukan sedikit pengarahan liturgis serta pengetahuan bahasa resmi Gereja, yaitu bahasa Latin. Dengan demikian Gereja menepis kontradiksi Kardinal Lefebvre serta anggota Fraternitas S.Pius X, yang telah diterima masuk pangkuannya kembali. 

  P.Prijapratama.

 

—————

Back