St. Yohanes Maria Vianney

26/07/2009 16:47

Pada bulan Februari 1818, seorang imam muda dengan penuh semangat menyusuri lorong  jalan sempit menuju sebuah desa bernama Ars di Perancis Selatan. Ketika hampir tiba di tempat tujuan ia berlutut dan berdoa, sementara ia berdoa terlintas dalam benaknya “Suatu ketika paroki Ars akan tidak mampu menampung orang yang datang berkunjung ke sini.” Suatu nubuat yang aneh, apa yang menyebabkan mereka untuk datang ke Ars?. Ketika itu Ars adalah daerah kumuh yang terdiri dari 40 rumah dari tanah liat dan sebuah gereja yang dikeliling pekuburan tidak terurus.  Penduduknya pun sangat tidak peduli dengan iman Katolik, serta menghabiskan waktu luangnya dengan bermabuk-mabukan. Namun demikian, Ars segera akan menjadi daerah terkenal karena Tuhan telah mengirim rahmat dan mengutus imam muda ini. Imam muda itu menerima tantangan yang terhampar di depannya, karena akibat Revolusi Perancis orang menjadi tidak peduli lagi terhadap agama. Namun ia siap untuk membangun masyarakat dari kelesuan ini, dengan mewartakan kebenaran dan keselamatan. Siapakah gerangan imam utusan Tuhan ini?

Masa kecil
Yohanes Baptis Maria Vianney lahir di Dardilly dekat Lyons, Perancis, pada 18 Mei 1786. Ia lahir dari keluarga petani sederhana yang tinggal di perkebunan anggur yang indah. Rumahnya pun di jadikan tempat singgah para pengemis yang berkelana. Ayah Yohanes Maria bernama Matius Vianney yang terkenal saleh dan jujur, sedangkan ibunya bernama Maria Vianney yang berhati lembut dan penuh kasih sayang. Semenjak dalam kandungan Yohanes Maria sudah dipersembahkan kepada Allah oleh orang tuanya. Dan ketika usianya hampir 2 tahun ia sudah dapat mengucapkan nama Yesus dan Maria, serta dapat mengatupkan tangannya untuk berdoa. Ibunya telah mengajarkan nilai-nilai kesalehan kepada Yohanes sejak kecil. Ia juga  mempersembahkan hati kepada Tuhan.
Ketika Revolusi Perancis tahun 1789, para imam dipaksa untuk menandatangani sumpah setia kepada Negara, jika menolak maka mereka akan diasingkan sehingga mereka terpaksa  hidup dalam persembunyian. Jika mereka tertangkap akan  di hukum pancung “guillotine”. Akibatnya gereja di Dardilly disegel dan praktek iman Katolik dilarang oleh pemerintah. Namun demikian di Lyons masih terdapat sekitar 30 imam yang terus menerus melayani pemberian sakramen secara sembunyi-sembunyi dengan mempertaruhkan jiwanya. Selama dalam suasana penganiayaan ini, keluarga Vianney tetap berpegang teguh pada imannya dan menolak berhubungan dengan para imam yang menandatangani sumpah setia kepada konstitusi Perancis yang anti gereja itu. Mereka pun tidak menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri. Walaupun tindakannya itu akan mendapatkan ancaman berupa hukuman berat, namun keluarga Vianney tidak gentar menghadapinya, dan hanya  menyelenggarakan katekese di rumahnya. Sekali waktu. Seorang imam yang setia kepada Roma selalu datang berkunjung dan menyelenggarakan Misa secara sembunyi-sembunyi. Dalam kondisi seperti itulah Yohanes Maria menerima Komuni Pertamanya pada usia 13 tahun.
Kejahatan Revolusi Perancis menyebabkan penyelewengan begitu banyak imam, hal ini membuat semangat yang berkobar dalam diri Yohanes untuk menjadi seorang yang saleh. “Seandainya aku seorang imam, aku akan berjuang untuk memenangkan jiwa-jiwa sebanyak mungkin bagi Tuhan” ujarnya dalam hati.
 
Perjuangan menjadi imam
Pada tahun 1799 Napoleon Bonaparte menjadi penguasa absolute di Perancis, ia yang menyebabkan gereja yang pada mulanya disegel dapat digunakan kembali, sehingga Misa Kudus pun boleh dirayakan kembali secara umum dan Tuhan dalam Sakramen Mahakudus dapat ditahtakan kembali di altar. Yohanes Maria rajin datang ke gereja untuk mengikuti Misa, dan ketika usainya genap 18 tahun langkahnya semakin mantap untuk menjadi seorang imam. Tetapi sayang ayahnya tidak mengijinkan karena tidak mempunyai biaya. Ayah Yohanes Maria menginginkan anaknya bekerja membantu keluarganya di ladang, sehingga keinginan untuk menjadi seorang imam hanya dipendam dalam hati, dan ia pun menyerahkan semuanya itu kepada kehendak Allah.
.      Tahun 1806 seorang imam yang paling berpengaruh dalam keluarga Vianney, bernama Abbe Balley  membuka sekolah kecil di pastoran di Ecully. Sekolah ini untuk mempersiapkan para calon panggilan. Matius Vianney pun mengijinkan anaknya untuk belajar di sini. Pada awalnya Abbe Balley tidak mau menerima Yohanes karena latar belakang pendidikannya yang kurang. Ia hanya dapat membaca dan menulis saja padahal saat itu usianya telah menginjak 19 tahun. Namun Yohanes tetap mendesak agar dapat diijinkan sekolah di pastoran ini. Akhirnya Abbe Balley mengijinkan, setelah mengetahui bahwa Yohanes Maria banyak mengetahui kisah para kudus. Belum genap 1 tahun belajar di sini, muncul halangan berupa panggilan wajib militer yang diwajibkan bagi semua warga Negara termasuk para seminaris. Mereka diharuskan melaporkan diri ke markas Loyons. Namun tiba-tiba Yohanes jatuh sakit dan harus dirawat, sehingga teman-temanya  pun meninggalkannya.
Pada tanggal 5 Januari 1809 sementara masih dalam masa penyembuhan, Yohanes diperintahkan segera melapor di Roanne untuk wajib militer. Saat berjalan menuju Roanne ia menyempatkan diri untuk berdoa di gereja terlebih dahulu, sehingga ia ditinggal oleh teman-temannya. Ia berusaha menyusul mereka walaupun hanya berbekal sebuah ransel saja.  Sepanjang perjalannya ia berdoa rosario, dan ketika hari telah siang Yohanes pun beristirahat karena kecapaian. Secara tiba-tiba muncul seseorang yang memperkenalkan dirinya dengan nama Guy. Ia mengantarkannya ke sebuah gubug dekat desa Les Noes. Keesokan harinya Yohanes bangun, ia beranggapan temannya yang bernama Guy itu seorang pelarian dari wajib militer dan bersembunyi di hutan-hutan. Apabila ia berteman dengan Guy, maka ia pun dianggap seorang pelarian. Maka setelah mempertimbangkan dengan matang Yohanes Maria segera melaporkan diri pada komunitas di sana. Ia bertemu dengan Fayot seorang yang sangat ramah dan bijaksana serta menyarankannya untuk tinggal di pengasingan. Ia pun beranggapan bahwa Yohanes Maria seorang pelarian. Fayot memberinya tumpangan di rumah sepupunya yang merupakan seorang janda baik hati. Yohanes bersembunyi di sana selama 14 bulan dan sebagai rasa terima kasih ia memberi pelajaran kepada anak-anak sang janda itu. Berkali-kali ia hampir tertangkap oleh militer, bahkan ia pernah merasakan ujung pedang yang tajam diantara tulang-tulangnya ketika seorang militer menusuk-nusukkan tumpukan jerami tempat ia bersembunyi.
.  .      Pada tahun 1810 Napolen Bonaparte menikah dengan Marie Louise dan memberikan amnesti umum kepada semua pelarian. Yohanes Maria pun dapat bebas pulang ke rumahnya. Pada pertengahan Februari ketika suasana bahagia masih dirasakan saat Yohanes Maria berkumpul dengan keluarganya, ibunda Yohanes Maria dipanggil oleh Tuhan. Saat itu usia Yohanes Maria telah menginjak  24 tahun.


Bersambung ........................
Sumber: 1.“St. John Marie Vianney, Patron of Parish Priests”; www.catholictradition.org; 2.“Saints Of the Day by Katherine I. Rabenstein”; www.saintpatrickdc.org; 3.“Pope John Paul II - The Curé of Ars - 16 March 1986”; 4. berbagai sumber

—————

Back